SEJARAH AGAMA KRISTEN PROTESTAN

“SEJARAH AGAMA KRISTEN PROTESTAN”


A.    Sejarah Agama Kristen Protestan di Dunia

Berawal dari dunia Katholik yang memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada Paus ternyata menimbulkan masalah. Terutama dari kalangan raja-raja yang merasa tersaingi khususnya dalam hal kekayaan. Disamping itu beberapa factor lain seperti factor ekonomi, politik, nasionalisme, paham individualism Renainsans, dan keperhatinan yang semakin meningkat terhadap penyalahgunaan wewenang gereja, semua itu memang peranan penting terhadap timbulnya perpecahan agama Roma Khatolik. Puncak krisis gereja Khatolik Roma adalah ketika Paus Leo X menganjurkan penjualan surat-surat penebusan dosa secara besar-besaran untuk mengisi kas gereja.
Anjuran Paus Leo X ini ditentang oleh seorang rahib bernama Luther (1483-1546 M). Dua tokoh lainnya yaitu Zwingli (1484-1531M), dan Jhon Calvin (1509-1564 M) mengikuti Luther untuk menentang gereja dengan mengadakan gerakan yang dikenal dengan “Reformasi”.

Reformasi Protestan adalah gerakan reformasi umat Kristiani Eropa yang menjadikan Protestantisme sebuah cabang tersendiri dalam Agama Kristen pada masa itu. Gerakan ini bermula pada 1517 tatkala Martin Luther mempublikasikan Sembilan Puluh Lima Tesis, dan berakhir pada 1648 dengan Perjanjian Westphalia yang meredakan Perang agama di Eropa.
Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yang menentang hal-hal yang menurut anggapan mereka adalah doktrin-doktrin palsu dan malapraktik gerejawi — khususnya ajaran dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohaniwan — yang menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hirarki Gereja, termasuk Sri Paus.

Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yang juga mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan Sembilan Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua Orang Kudus (yang berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas pada masa itu), tesis-tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi-indulgensi dan kebijakan-kebijakan doktrinal mengenai Purgatorium, Pengadilan Partikular, Mariologi (devosi pada Maria, ibunda Yesus), perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang Kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti teladan Martin Luther.

Akan tetapi selanjutnya para reformator berselisih faham dan memecah-belah pergerakan mereka menurut perbedaan-perbedaan doktrinal — pertama-tama antara Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin — akibatnya terbentuklah denominasi-denominasi Protestan yang berbeda-beda dan saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yang muncul dari denominasi-denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi Protestan.

B.     Sejarah Agama Kristen Protestan di Indonesia
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota, sebagian besar dari mereka merasa gelisah atas cita-cita politik partai Islam.

Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan Sulawesi Tengah. Sekitar 65% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, seperti Adventist atau Bala Keselamatan, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.


Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk.Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.

Sumber: http://junekz.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-agama-kristen-protestan.html

SEJARAH PENGAKUAN IMAN RASULI

SEJARAH PENGAKUAN IMAN RASULI
(Credo Apostolicum)

PENGANTAR

Untuk memahami proses muncul dan berkembangnya kredo-kredo atau pengakuan-pengakuan iman gereja, yang berfokus pada Pengakuan Iman Rasuli. Sesuai dengan konteks munculnya dan penggunaannya dalam gereja sekarang ini, jemaat diajak untuk menyegarkan kembali kegunaan kredo atau pengakuan iman yang setiap Kebaktian Hari Minggu di GKI Sumut Medan selalu diikrarkan kembali.

URAIAN MATERI PEMBELAJARAN

Pengakuan iman adalah ungkapan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah Latin, credo (Inggris creed, di-Indonesia-kan dengan “kredo”), yang berarti “Aku percaya” Istilah kredo atau pengakuan iman ini digunakan untuk menunjuk pada pernyataan iman, pokok-pokok ringkas kepercayaan Kristen, yang diterima umum oleh semua gereja. Atas dasar itu, kredo (pengakuan iman) tidak digunakan untuk pernyataan iman yang berkaitan dengan suatu denominasi gereja. Pernyataan iman suatu denominasi gereja lazimnya disebut konfesi (confession). Jadi, kredo (pengakuan iman) mengacu pada keseluruhan gereja (oikumenis), yang berisi pernyataan-pernyataan kepercayaan yang diterima oleh semua gereja. Sebuah kredo (pengakuan iman) telah diterima sebagai suatu ringkasan pokok-pokok iman Kristen yang formal dan universal.

Di kalangan gereja pada masa patristik (bapa-bapa gereja, 100-451) kata Yunani symbolum atau Latin symbola (: simbol, lambang, tanda pengenal) digunakan untuk menunjuk pada kredo (pengakuan iman) yang diterima gereja dan wajib dipegang oleh semua orang Kristen. Ada tiga kredo atau pengakuan iman dari gereja masa itu yang diterima secara universal di seluruh gereja, dan karena itu disebut ketiga simbol oikumenis. Ketiga simbol oikumenis itu adalah: Symbolum Apostolicum (Pengakuan Iman Rasuli) yang lahir di Gereja Barat (Eropa Barat kuno dan berbahasa Latin, Symbolum Niceano-Constantinopolitanum (Pengakuan Iman Nicea-Konstatinopel) yang lahir di Gereja Timur (Eropa Timur kuno dan berbahasa Yunani) tahun 381, dan Symbolum Athanasianum (Pengakuan Iman Athanasius) yang juga disebut menurut kata pertama dalam bahasa Latin Symbolum “Quicunque” (Pengakuan Iman “Barangsiapa”).

Pengakuan Iman Rasuli dan Pengakuan Iman Necea-Konstantinopel mempunyai latar belakang pembaptisan. Di gereja mula-mula punya kebiasaan untuk membaptis mereka yang bertobat menjadi Kristen pada hari raya Paskah, menggunakan masa Sengsara (Prapaskah) sebagai masa persiapan dan pengajaran bagi pengakuan iman di depan umum dan komitmen para petobat itu. Persyaratan dasar bagi para petobat baru yang mau dibaptis ialah, bahwa mereka diharuskan menyatakan imannya di depan umum. Kredo atau pengakuan iman itu nampaknya muncul sebagai pernyataan iman yang seragam yang harus diucapkan oleh para petobat baru yang mau dibaptis. Baptisan itu sendiri awalnya dilayankan bagi orang-orang dewasa. Orang-orang yang akan dibaptis harus menyatakan lebih dahulu apa yang dipercayai oleh gereja dalam bentuk tanya-jawab. Tanya-jawab ini di kemudian hari berkembang menjadi apa yang kini kita sebut katekese atau katekisasi (Yunani, katekhein). Pengakuan-pengakuan iman ini konteks awalnya adalah pengajaran untuk persiapan baptisan bagi para calon baptis (katekumen). Konteks baptisan itu nampak dari strukturtrinitas pengakuan pengakuan iman itu. Baptisan dilayankan dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan karena itu pengakuan iman disusun sesuai dengan ketiga unsur itu.

Rumusan-rumusan pengakuan iman mulai menjadi tetap pada abad ke-2. Menurut Bernhard Lohse, dalam bukunya Pengantar Sejarah Dogma Kristen, pengakuan-pengakuan iman paling tua yang ditetapkan dalam gereja adalah Pengakuan Iman Baptisan Romawi yang tua, yang umum disebut sebagai Romanum. Bentuk mula-mula dari pengakuan iman ini adalah sebagai berikut:

“Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa;
Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya, diperanakkan,Tuhan kita,
Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, kebangkitan daging.”

Rumusan yang sangat sederhana itu aslinya terdiri dari penegasan-penegasan yang bersisi tiga. Menjelang akhir abad ke-2, definisi-definisi yang lebih tepat ditambahkan pada unsur-unsur yang kedua dan ketiga, sehingga terbaca sebagai berikut :

“Aku percaya di dalam Allah Bapa, (yang) Mahakuasa;
Dan di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Anak-Nya yang diperanakkan, Tuhan kita, yang oleh Roh Kudus, dari perawan Maria, yang disalibkan di bawah Pontius Pilatus dan dikuburkan;pada hari yang ketiga bangkit dari yang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Bapa; dari mana ia akan datang untuk menghakimi yang hidup dan yang mati;
Dan di dalam Roh Kudus, gereja yang kudus, pengampunan dosa, kebangkitan daging”
creed-apos-210x300Pengakuan-pengakuan iman seperti inilah yang digunakan pada kebanyakan jemaat-jemaaat Kristen di Barat. Mula-mula dalam bentuk tanya-jawab (responsoris), dan kemudian pada abad ke-3 dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Bentuk yang menjadi baku dalam Gereja Barat adalah apa yang kini kita kenal dalam Pengakuan Iman Rasuli. Pengakuan iman ini disusun mulai abad ke-4 hingga abad ke-10. Bentuknya seperti yang kita kenal sekarang muncul dalam suatu tulisan di Perancis Selatan kira-kira tahun 750. Di Gereja Timur ada pelbagai pengakuan iman yang muncul, namun yang dikenal dan diterima umum adalah apa yang kita kenal dengan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel. Menurut para ahli, pengakuan iman ini sebenarnya berasal dari jemaat Yerusalem, yang kemudian ditambahkan dengan beberapa unsur yang menegaskan keilahian Kristus dan Roh Kudus, dan ditetapkan dalam Konsili Kontantinopel (kini Istambul di Turki) tahun 381. Pengakuan iman ini harus dibedakan dengan pengakuan iman Gereja Timur lainnya, yaitu Pengakuan Iman Nicea, yang sebenarnya berasal dari kota Kaesarea dan ditetapkan dalam Konsili Nicea (kini Iznik, juga di Turki) tahun 325.

Pengakuan Iman Rasuli merupakan bentuk pengakuan iman yang paling dikenal di Gereja Barat. Pengakuan iman ini terdiri dari tiga bagian utama, yang berhubungan dengan Allah, Yesus Kristus dan Roh Kudus. Ada juga bahan-bahan yang berhubungan dengan gereja, penghakiman dan kebangkitan. Sedangkan Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel adalah pengakuan iman yang bentuknya lebih panjang, yang memasukkan bahan-bahan tambahan berhubungan dengan pribadi Kristus dan karya Roh Kudus. Dalam menjawab kontroversi tentang keilahian Kristus, Pengakuan Iman Necea-Kontantinopel memasukkan penegasan-penegasan kuat tentang kesatuan-Nya dengan Allah, termasuk ungkapan-ungkapan “Allah dari Allah” dan “sehakikat dengan Bapa.”

PENGAKUAN IMAN RASULI.

Pengakuan iman ini disebut “rasuli” karena isinya mengungkapkan pokok-pokok pengajaran para rasul sebagaimana yang diajarkan para rasul seperti tercermin dalam Alkitab (PB). Di kalangan gereja di Indonesia, Pengakuan Iman Rasuli juga dikenal dengan sebutan “Dua Belas Pasal Pengakuan Iman.” Disebut demikian karena memang pengakuan iman ini terdiri dari dua belas pasal atau artikel, namun sebenarnya tidak diketahui alasan persisnya. Sebutan Pengakuan Iman Rasuli pertama diperkenalkan oleh Rufinus (seorang penulis kuno yang mati sekitar tahun 410) dalam sebuah bukunya.

Perhatikan bagian-bagian besar dari Pengakuan Iman Rasuli
Bagian I berbunyi : Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, Khalik langit dan bumi.
Bagian ini hendak menyatakan bahwa Allah adalah Allah yang mahakuasa, Pencipta langit, bumi dan segala isinya, serta yang memelihara dan memerintahnya.
Bagian II berbunyi : Dan kepada Yesus Kristus, Anak-Nya yang tunggal, Tuhan kita, yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria, yang menderita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan, turun ke dalam kerajaan maut; pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah kanan Allah, Bapa yang Mahakuasa, dan akan datang dari sana untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.
Bagian ini hendak mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang melalui kehidupan, kematian dan kebangkitan-Nya – berkarya menyelamatkan semua manusia dan juga kita; Dialah Tuhan kehidupan.
Bagian III berbunyi : Aku percaya kepada Roh Kudus; gereja yang kudus dan am; persekutuan orang kudus; pengampunan dosa; kebangkinan daging; dan hidup yang kekal.
Bagian ini hendak mengatakan bahwa Roh Kudus-lah yang membuat karya penyelamatan Kristus efektif dalam hidup orang percaya, yang telah diampuni dan diberikan hidup kekal.

KEPUSTAKAAN :
1. Alister E. McGrath, Christisn Thology: An Introduction, second edition, Massachusetts: Blackwell Publisher Inc., reprinted 1997.
2. Bernhard Lohse, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, terjemahan. A.A. Yewangoe, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2001.
3. Ch. De Jonge, Gereja Mencari Jawab: Kapita Selekta Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2000.
4. Harun Hadiwijono, Inilah Sahadatku, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.

5. Tony lane, Runtut Pijar Sejarah Pemikiran Kristen, terjemahan Corry Item-Corputty, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. Ke-4, 2001.